Senin, 12 September 2011

Olahan Beku Daging Kelinci Ala Kota Hujan

Ada ungkep, gulai, rendang, presto, tahu, dan bakso. Semuanya dari daging kelinci. Sejatinya Dapur Kebita yang digawangi Nengsih bukan lah rumah makan yang menyediakan kuliner daging kelinci. Tetapi, dapur ini memproduksi variasi produk olahan daging kelinci dalam bentuk beku

Apa yang kita bayangkan, tak selalu sama dengan kenyataan. Pun halnya dengan produk olahan daging kelinci. Tak sedikit orang membayangkan rasa dagingnya akan aneh, merasa jijik, bahkan ada yang merasa kasihan karena kelinci akrab dikenal sebagai hewan kesayangan. Semua bayangan ini tak terbukti kala TROBOS mencicipi produk olahan daging kelinci kreasi Dapur Kebita (Kelompok Bina Tani) belum lama ini di Bogor.

Ada ungkep yang dipadu sambal, gulai, dan rendang yang disajikan saat itu, semuanya dari daging kelinci. Saat dicicipi, tekstur dagingnya selembut daging ayam ras dan tak ada bau amis sama sekali. Semuanya menggoyang lidah dan mengundang selera makan. Nengsih Kumala Sari yang mengetuai Dapur Kebita berbicara pelan kepada TROBOS, ”Ada trik khusus saat pemotongan dan pemasakan agar kelembutan daging kelinci itu pas, bumbunya meresap, dan tidak berbau amis.”

Produk olahan daging kelinci kreasi Dapur Kebita bervariasi, tak hanya ungkep, gulai, dan rendang saja, tapi mereka juga membuat presto daging kelinci yang dikombinasi dengan sambal merah. Bahkan dalam waktu dekat, Nengsih akan membuat variasi baru, yaitu daging kelinci sambal hijau. ”Biar tenar seperti bebek sambal hijau,” harapnya.

Sejatinya Dapur Kebita yang digawangi Nengsih bukan lah rumah makan yang menyediakan kuliner daging kelinci. Dapur ini memproduksi variasi produk olahan daging kelinci dalam bentuk beku. Daya simpannya bisa hingga 1 bulan bila ditaruh di lemari pendingin. Namun kata Nengsih, bila ada pelanggan ingin produk olahan yang siap disantap, ia juga melayani catering. Yang hanya pesan karkas pun bisa ia pasok.

Produk olahan daging kelinci yang dicicipi TROBOS dijual Nengsih seharga Rp 15.000 per bungkus, satu bungkus isi 1 potong. Ada potongan kaki depan, punggung, dan kaki belakang. Berat per potong sekitar 250 gram. ”Potongan seberat itu sudah pas, tidak kebesaran, juga tidak kekecilan. Untuk itu kami pilih kelinci yang berbobot 2,5 kg ke atas. Agar setelah dipotong, karkas yang diperoleh seberat 1,3 kg. Karkas ini lalu dipotong jadi 5 potongan,” terang wanita bergelar sarjana peternakan ini.

Tentang pengolahannya, Nengsih mengatakan, tak berbeda dengan mengolah gulai, ungkep, rendang, dan presto daging-daging lainnya. Yang membedakan, perlu bumbu khusus agar rasanya tak kalah saing dengan daging ternak yang umum dikonsumsi. Lalu untuk biaya pengolahannya, Nengsih hanya merogoh kocek sekitar Rp 50.000 saja, Rp 40.000 untuk membeli kelinci berumur 2 tahunan dengan bobot 2,5 kg dan Rp 10.000 untuk bumbu-bumbu.

”Bisa saja menggunakan kelinci muda, tapi harganya mahal,” sebutnya tentang mengapa ia memilih kelinci tua. Meski tua, Nengsih menjamin bahwa tekstur daging dari produk olahannya tak akan alot.

Tahu dan Bakso

Untuk variasi produk yang lebih beragam dan dapat menjangkau masyarakat menengah ke bawah, Dapur Kebita juga membuat produk olahan daging kelinci seperti tahu dan bakso. Untuk tahu, kata Nengsih, pada dasarnya adalah nugget, namun tidak ditambahkan tepung roti, sehingga ia namakan dengan tahu.

Produk tahu ini dibanderol Nengsih dengan harga Rp 5.000 per bungkus. Satu bungkus isi 10 potong. Komposisi daging kelincinya sebanyak 70 % dan sisa 30 %-nya berupa tepung sagu, garam, merica, dan bawang putih.

Selengkapnya baca majalah Trobos edisi September 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar