Rabu, 16 November 2011

Meretas Olahan Daging Kelinci

Cepat berkembang biak dan tidak membutuhkan lahan luas untuk budidaya membuat kelinci berpotensi sebagai alternatif penyedia protein hewani. Sayangnya, sampai sekarang kebayakan pemeliharaan kelinci hanya terbatas sebagai hobi. Karena itu Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor menggandeng Koperasi Peternakan Kelinci berusaha membina masyarakat di Desa Gunung Mulia, Kec. Tenjolaya, Kab. Bogor, untuk menjadi lebih baik.

Kampung Kelinci
Desa Gunung Mulia termasuk salah satu pemasok kelinci pedaging untuk wilayah Bogor dan sekitarnya. Anakan-anakan kelinci dari desa pemekaran Desa Gunung Malang ini dinanti para pedagang di sepanjang pinggir jalan Kebun Raya Bogor. “Yang pinggiran kebun raya itu banyaknya dari sini (Desa Gunung Mulia),” Drh. H. Soetrisno, MM, Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor memastikan. Berkat tingginya permintaan kelinci itulah di Gunung Mulia terbentuk kelompok-kelompok yang sudah turun temurun mengembangbiakkan si telinga panjang.

Syarat suatu daerah menjadi Kampung Kelinci minimal 40 persen kepala keluarga (KK) memelihara kelinci. Desa Gunung Mulia memang layak dijadikan Kampung Kelinci karena 80 persen KK di sana beternak kelinci. “Empat puluh persen yang sudah (punya) lebih dari 20 ekor induk, yang lainnya masih sambilan. Nanti kita tingkatkan yang sambilan ini jadi skala usaha semua,” terang Soetrisno.

Untuk mensukseskan Program Kampung Kelinci, sejak tiga tahun silam pemerintah sudah membagikan 200 ekor induk per kelompok. Tidak cukup sampai disitu Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor juga akan menggarap Desa yang terletak di kaki gunung salak ini menjadi salah satu pusat agrowisata di Kota Hujan. Bahkan tidak menutup kemungkinan akan dibangun gerai-gerai untuk memasarkan produk kelinci, baik berupa kulit, fur maupun daging.

Pengolahan Kelinci
Bila produksi cukup tinggi, pengolahan diupayakan untuk menggerek harga jualnya. Dulu olahan daging kelinci sebatas sate dan gulai. namun sekarang berbagai varian bisa ditemukan, seperti rendang, kelinci kecap, sup kelinci, nugget, bakso dan tahu kelinci. 

Nengsih Kumala Sari, pengolah daging kelinci dari Kampung Sindang Barang Desa Pasir Eurih Kecamatan Tamasari Kabupaten Bogtor menyayangkan belum membuminya produk olahan kelinci. "Proteinnya bagus, tetapi orang mau beli tidak sanggup," ungkap Manager Binatani Rabbitry, Kelompok peternak kelinci yang  diakselerasi kegiatan usaha tani ternaknya melalui Program Sarjana Membangun Desa (SMD) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan tahun 2010.  Lebih lanjut, kelompok Binatani Rabbitry juga bersama-sama dengan Sarjana-Sarjana pada Program SMD Komoditas Kelinci lainnya di Kabupaten Bogor menjadi pioner pembentukan Koperasi Peternak Kelinci (KOPNAKCI) -www.kopnakci.blogspot.com-

Mengutip hasil penelitian di London, daging kelinci menyimpan protein 21,9 gram per 100 gram, sedangkan protein daging sapi sebesar 22,5 gram per 100 gram. Namun daging kelinci mengandung lebih sedikit kolesterol, 53 mg per 100 gram ketimbang daging sapi 58 mg per 100 gram. Selain rendah kolesterol, daging kelinci juga mengandung natrium tinggi, yaitu 67 mg per 100 gram. Sementara natrium pada daging sapi cuma 63 mg per 100 gram. Natrium sangat diperlukan tubuh, bila kekurangan natrium, tekanan darah akan menurun, denyut jantung meningkat, pusing, kadang-kadang disertai kram otot, lemas, lelah, kehilangan selera makan, daya ingat menurun, daya tahan terhadap infeksi menurun, luka sukar sembuh, gangguan penglihatan, rambut tidak sehat dan terbelah ujungnya serta terbentuknya bercak-bercak putih di kuku. Melihat kelebihan kandungan nutrisi daging kelinci tersebut, Nengsih Kumala Sari dan kawan-kawan mencoba membuat inovasi olahan berupa camilan Tahu Kelinci. "Alhamdulilah bisa tercapai. Harganya Rp. 5.000/bungkus," ucapmya semringah. Selain itu, mereka juga menyiapkan produk lain. "Kita bikinm masakan ungkep yang benar-benar daging kelinci semua," terangnya.

Dengan modal awal yang terhitung kecil sekitar Rp. 500 ribu, Nengsih membeli 10 ekor kelinci, dari 10 ekor ini, ia menghasilkan 50 potong daging kelinci ungkep. Sepotong daging dijual Rp. 15 ribu. JAdi ia memperoleh pemasukan Rp. 750ribu. ia tidak terlalu berhitung soal bumbu dan biaya operasional lainnya karena kalau memproduksi banyak tentu bisa ditekan. Apalagi ia juga sudah mulai mendapat pesanan kelinci ungkep utuh. Usaha kecil Nengsih tersebut telah menunjukan hasil yang positif. Karena pada Oktober 2011, Wakil Bupati Bogor memberikan penghargaan kepada Binatani Rabbitry sebagai Pembudidaya dan Pengolah Aneka Makanan Daging Kelinci Program Sarjana Membangun Desa.
(Sumber : Agrina Vol 7 No. 165, 22 November 2011 Halaman 17/Ratna Budi Wulandari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar